Massa mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus gelar aksi bakar ban bekas di depan gedung DPRD Sumut, Rabu (18/1/2023), menolak penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No 2/2022 tentang Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker), karena dianggap melanggar konstitusi.
Dalam aksi itu, mahasiswa menggoyang-goyang pintu gerbang utama sekaligus melempari gedung dewan dengan tomat dan telur sebagai bentuk kekecewaan terhadap anggota dewan yang tidak ada seorang pun menerima aspirasi pengunjuk rasa.
"Kami kecewa terhadap wakil rakyat yang hanya mementingkan kunjungan atau jalan-jalan ke luar provinsi, ketimbang menerima aspirasi rakyatnya yang menolak Perpu yang dikeluarkan pemerintah," teriak mahasiswa sembari mengancam akan datang lagi ke gedung dewan dengan jumlah massa yang lebih besar.
Dalam pernyataan sikapnya, kelompok Cipayung Plus secara tegas menolak Perpu No2/2022, karena dianggap tidak sah, mengingat sebelumnya UU Cipta Kerja dalam mekanisme pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Seperti diketahui, katan pengunjuk rasa, putusan MK No 91/PUU-XII/2020 telah menyatakan, pembentukan UU No11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun, sejak keluarnya putusan MK tersebut.
Berkaitan dengan itu, Cipayung Plus menilai, penerbitan Perpu tersebut syarat dengan kepentingan dan terkesan tidak menghargai putusan MK, yang sebelumnya telah dilakukan pengujian dan menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Melihat fakta tersebut, Cipayung Plus Sumut berharap kepada DPR RI sebagai representasi rakyat Indonesia, agar menolak atau tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu dimaksud, sehingga bisa dicabut oleh pemerintah, karena kehadirannya dianggap telah melukai hati rakyat Indonesia," kata pengunjuk rasa.[br]
Aksi massa mahasiswa Cipayung Plus ini tidak seorang pun anggota dewan menanggapinya, karena seluruh wakil rakyat sedang sibuk dalam tugas masing-masing, baik kunjungan ke luar provinsi maupun melakukan kegiatan sosialisasi perda (sosper) ke dapil masing-masing.
Akhirnya massa mahasiswa meluapkan kekecewaannya dengan melempari gedung dewan dengan tomat dan telur serta melakukan aksi bakar ban persis di depan pintu gerbang utama gedung dewan, sehingga asap api mengepul hitam ke udara.
Aparat kepolisian yang sejak pagi sudah berjaga-jaga di gedung dewan, hanya menonton para mahasiswa sewaktu berorasi maupun melakukan pelemparan dan aksi bakar ban. Tidak ada terlihat tanda-tanda pencegahan, melainkan membiarkan massa melakukan aksinya.(A4).