Jakarta (SIB)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
Nusron Wahid mengungkap
konflik pertanahan di Indonesia 60 persennya melibatkan oknum internal di dalam kementeriannya.
Nusron mengatakan data tersebut berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan Kementerian ATR/BPN. "Setiap sengketa dan
konflik pertanahan, 60 persen pasti melibatkan oknum internal dalam diri ATR/BPN," ujar dia dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan Tahun 2024 di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (14/11) seperti yang diberitakan Harian SIB.
Dia menyebut pihaknya menggandeng sejumlah pihak terkait dalam upaya pemberantasan
mafia tanah. Ia menegaskan pihaknya harus memperkuat dan memperbaiki sistem dan peningkatan kapabilitas, hingga integritas sumber daya manusia (SDM) dari dalam.
Baca Juga:
Di samping itu, faktor pendukung kasus-kasus
mafia tanah tak hanya datang dari internal kementeriannya. Menurut Nusron, dari sisi eksternal ada 30 persen kasus
mafia tanah yang bersumber dari komponen
pemborong tanah.
Kemudian, 10 persen kasus lainnya disebabkan faktor pendukung seperti oknum kepala desa, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), bisnis makelar dan perantara (bimantara), hingga persatuan makelar tanah (permata).
Baca Juga:
Atas kondisi ini, Nusron berterima kasih atas kerja sama dari Polri, Bareskrim, hingga Kementerian ATR/BPN yang telah berhasil menangani kasus
mafia tanah di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat. Adapun kerugian dari kasus tersebut ditaksir mencapai Rp3,6 triliun. "Kemungkinan itu kerugiannya mencapai Rp3,6 triliun. Sudah ditemukan dengan bukti-bukti yang terang, bisa ditindaklanjuti dalam tindak pidana pencucian uang. Sekali lagi saya terima kasih sama Pak Kapolri dan Pak Kabareskrim," tutur Nusron.
Dia memberi peringatan keras terhadap siapapun oknum yang terlibat dalam
mafia tanah. Ia menegaskan para oknum yang terlibat tak hanya bisa dikenakan tindak pidana umum, namun juga bisa dikenakan tindak pidana korupsi. "Kalau itu menyangkut aparatur negara dan kalau itu menyangkut aparatur negara, apalagi menyangkut aparatur ATR/BPN, kami tidak akan segan-segan. Bukan orang lain yang akan menghantarkan kepada APH (aparat penegak hukum), tapi saya mohon izin, oleh saya sendiri," tegasnya.
KongkalikongDalam kesempatan itu, Nusron mengajak para pemangku kepentingan untuk bekerja sama menjaga aset-aset negara atau Barang Milik Negara (BMN). Sebab, pihaknya mencatat ada banyak alih milik aset negara akibat ulah sejumlah oknum.
Nusron mengatakan, aset-aset negara ini beralih kepemilikan ke korporasi maupun individu akibat ulah oknum tertentu.
"Aset-aset negara yang sudah tercatat menjadi BMN, apakah itu asetnya TNI, polisi, kementerian yang lain, yang akibat ulah tertentu dan oknum-oknum tertentu banyak sekali kemudian beralih kepemilikan menjadi miliknya korporasi maupun miliknya individu," kata Nusron.
Meski tidak mengetahui secara pasti, Nusron yakin bahwa kondisi ini bisa terjadi karena adanya 'kongkalikong' antara sesama oknum internal. Keterlibatan pihak internal itulah yang membuat peralihan tersebut berhasil.
"Kami tidak yakin kalau itu semua (alih milik aset) bisa berhasil kalau tidak ada kolaborasi, kalau bahasa kasarnya kongkalikong antara pihak internal oknum BPN, juga internal instansi yang lain, termasuk juga internal, mohon maaf, pihak-pihak yang terkait seperti lembaga peradilan dan sebagainya," ujarnya.
Atas hal tersebut, ia meminta kerja sama dari semua pihak untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Hal ini khususnya untuk lembaga penegak hukum, baik itu Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, hingga Kementerian Pertahanan yang dalam kesempatan itu sedang berkumpul di rakor tersebut.
"Mohon kalau bisa ini menjadi konsensus yang serius dan perhatian yang serius, jangan sampai aset-aset negara ini berkurang, apalagi diserobot oleh pihak-pihak yang lain. Ini yang harus kita amankan," sambungnya.
Lebih lanjut, saat dikonfirmasi usai acara terkait data aset negara yang beralih menjadi milik pribadi, Nusron masih dalam proses inventarisasi. Namun jika mengacu pada data Kemenhan saja, aset yang terkena sengketa ada 1.874 hektare dengan lebih dari 200 kasus.
"Kemudian yang belum itu 511 nilainya 8.000 hektare, itu yang baru TNI. Saya belum nanya ke Polri loh. Saya belum datang ke Kemenkeu. Saya belum datang ke KemenBUMN berapa aset BUMN yang sengketa. Nanti saya tugaskan Pak Tedjo untuk didata khusus yang BUMN. Kita datang ke Kemenkeu dan ke Kementerian yang lain," ujar Nusron.
Pendataan ini akan menjadi acuan Kementerian ATR/BPN agar dalam 5 tahun ke depan bisa menyelesaikan masalah sengketa pertanahan, khususnya untuk aset-aset milik negara.
48.000 Konflik Pertanahan
Dalam rakor tersebut Nusron juga mengatakan ada puluhan ribu kasus pertanahan pada 2024. Dia mengatakan 79 persen kasus itu sudah selesai.
"Kalau total masalah itu 48 ribu, tapi secara umum, 79 persen itu selesai," kata Nusron.
Dia mengatakan penyelesaian kasus itu ada yang melewati tahap mediasi dan juga proses pengadilan.
"Selesai itu, ada yang di pengadilan, ada yang pakai mediasi, tapi plus minus 79 persen," ujarnya.
Meski demikian, Nusron belum dapat memastikan nilai nominal yang bisa diselamatkan dari kasus pertanahan tersebut. Menurutnya, perlu identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui luasan tanah mengenai kasus-kasus tersebut.
"Kami belum tahu, karena kan ada yang nilainya tinggi, ada yang nilainya rendah, kita belum hitung, karena itu masuk pada ZNT (zona nilai tanah)," katanya.
"Kalau untuk mengukur nilai tanah, kan pastinya pakai appraisal dan harga pasar. Kami appraisal dan harga pasar tidak tahu, tapi kalau zona nilai tanah tahu. Tapi kami belum bisa cek identifikasi berapa jumlah hektare, berapa diselamatkan, berapa nilai ekonominya, tapi jumlah kasusnya 48 ribu, yang bisa diselesaikan 79 persen," jelasnya.
Integritas Aparatur Negara
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bicara pentingnya integritas aparatur negara. Menurutnya, integritas menjadi hal penting dalam upaya memberantas
mafia tanah.
"Sebelum kita berbicara tegas keluar, pesan yang loud and clear keluar, kita juga harus tata dan yakinkan bahwa secara internal kita juga menjunjung tinggi disiplin, kehormatan, dan etika, termasuk yang sering kita jadikan jargon membangun zona integritas," kata AHY dalam Rakor tersebut.
"Saya mengingatkan kita semua, bahwa zona integritas itu bukan hanya menjadi jargon. Hanya dengan itu kita bisa melakukan aksi yang nyata dan tegas, termasuk dengan slogan kita 'gebuk, gebuk, dan gebuk
mafia tanah'" katanya.
Menurut AHY, pelaku
mafia tanah tidak hanya individu, melainkan terorganisasi. Dia pun mengingatkan kepada jajaran aparatur negara, termasuk aparat penegak hukum (APH), untuk tidak terlibat dalam
mafia tanah.
"Jadi,
mafia tanah itu sering kali bukan hanya individu-individu, tapi juga organized crime, kejahatan yang terorganisir dan ini melibatkan banyak pihak. Karena itu, kita ingatkan secara tegas, bersama-sama jangan sampai ada pihak internal yang justru terlibat bagian dari masalah, termasuk APH," katanya.
Dia mengatakan, hanya dengan integritas aparatur negara, upaya pemberantasan
mafia tanah bisa dilakukan.
"Kalau semua menegakkan integritas dengan baik, baru kita bisa menegaskan ini kepada siapa pun, jangan bermain-main dengan urusan pertanahan, apalagi yang merugikan masyarakat dan negara," ucapnya.
Dampak Mafia Tanah
AHY juga menyebutkan sejumlah kerugian yang timbul dari praktik
mafia tanah. Dia mengatakan
mafia tanah menyebabkan rakyat sengsara hingga gagalnya rencana investasi.
"Kita tidak boleh ada saudara-saudara kita, rakyat Indonesia, yang diserobot tanahnya dan diperlakukan tidak adil dan sengsara hidupnya, tidak punya masa depan," kata AHY.
"Itu banyak yang menjadi korban, masyarakat, keluarga yang tidak berdosa yang sudah puluhan tahun ada di situ," ungkapnya.
AHY mengatakan praktik
mafia tanah juga menyebabkan lahan yang menjadi lokasi investasi tidak clean and clear. Sehingga rencana investasi itu pun gagal.
"Di Grobogan, Jawa Tengah, misalnya, ketika itu sudah ada investor yang mau datang triliunan rupiah, bisa membuka belasan ribu lapangan pekerjaan, terhenti, karena tanahnya bermasalah karena
mafia tanah," jelasnya.
Menurut AHY, kerugian dari
mafia tanah berdampak panjang, termasuk hilangnya potensi kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Karena itu, AHY menegaskan pentingnya penegakan hukum pemberantasan
mafia tanah. Selain itu, pengembalian aset yang dirugikan dari praktik
mafia tanah.
"Bayangkan kalau itu bisa digunakan untuk bergulir kegiatan ekonomi, hadirnya investasi, terbukanya lapangan pekerjaan," ucapnya.
"Tapi kalau sudah terjadi, ya kita harus ambil tindakan yang tegas dan bisa menyelamatkan. Apakah itu real loss, fiscal loss maupun potential loss," katanya. (**)