Senin, 06 Mei 2024

Trump Tegaskan Sanksi Korut Tidak Dicabut Tanpa Persetujuan AS

- Jumat, 12 Oktober 2018 16:22 WIB
399 view
Washington (SIB) -Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa Korea Selatan tidak akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara tanpa persetujuan AS. "Mereka tidak akan melakukannya tanpa persetujuan kami. Mereka tidak melakukan apa-apa tanpa persetujuan kami," jelas Trump, Rabu (10/10) ketika ditanya terkait laporan bahwa Korsel akan meringankan sejumlah sanksi bagi Korut, seperti dikutip Reuters, Kamis (11/10). Sikap Menteri Luar Negeri Korea Selatan menyebut sedang mempertimbangkan sejumlah sanksi yang dikenakan pihaknya kepada Korut. 

Pernyataan tersebut dianggap sebagai melunaknya sikap Korsel tarhadap Korut. Penolakan Trump terhadap inisiatif Korea Selatan untuk meringankan sanksi memberi gambaran bahwa langkah Amerika Serikat dan Korea Selatan masih saling mengunci terkait Korea Utara.

Trump juga mendorong sekutu AS untuk tetap mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara sampai denukliris selesai. Rencana denuklirisasi ini merupakan bagian dari kampanye "tekanan maksimum" pemerintahannya terhadap Pyongyang.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-wha, dalam audit parlemen Rabu (10/10) menyampaikan bahwa Seoul sedang mempertimbangkan untuk meringankan sanksi mereka bagi Korut untuk mendorong denuklirisasi. Sebelumya, Korea Selatan sempat memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara pada 2010. Sebab, saat itu Korut melakukan serangan terhadap kapal perang Korsel dan menewaskan 46 pelaut Korea Selatan, melarang perdagangan dan pertukaran bilateral.

Belakangan Kang menarik kembali komentarnya setelah memicu kritik dari beberapa anggota parlemen konservatif. Mereka menilai Korea Utara harus terlebih dahulu meminta maaf atas serangan itu. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan juga secara resmi membantah bahwa pemerintah sedang meninjau masalah ini. Namun, ada beberapa seruan yang muncul untuk mengurangi sanksi.

China, Rusia, dan Korea Utara, percaya perlu dilakukan penyesuaian sanksi PBB terhadap Pyongyang di saat yang tepat, demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri China, Rabu (10/10). Kang, juga mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyampaikan "ketidakpuasan" atas pakta militer antar-Korea yang dicapai dalam pertemuan puncak bulan lalu. Ia menyebut perlu adanya "penyesuaian kecepatan" gerakan antar Korea.

Dorongan untuk denuklirisasi muncul dari janji yang dibuat oleh Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada pertemuan bersejarah mereka di Singapura pada Juni. Meskipun sejak itu tidak ada kemajuan mengenai bagaimana denulkirisasi itu akan dilakukan. 

Vatikan Menantikan Undangan Resmi
Sementara itu, Vatikan kini menantikan undangan resmi dari Korea Utara, menyusul permintaan Kim Jong Un yang ingin agar Paus Fransiskus mengunjungi Pyongyang. Permintaan pemimpin Korea Utara itu disampaikan kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada pertemuan keduanya bulan lalu. "Vatikan hanya menunggu undangan untuk kunjungan secara resmi," kata juru bicara Tahta Suci Vatikan Greg Burke kepada Yonhap News, Rabu (10/10). Dia mengaku belum bisa mengomentari terkait rencana Moon berkunjung ke Vatikan pada pekan depan. 

Moon dijadwalkan berada di Prancis dan Italia pada 13-18 Oktober 2018 dan Vatikan pada 17-18 Oktober 2018. Saat berada di Vatikan, Moon akan bertemu dengan Paus Fransiskus pada Kamis (18/10) siang. Selama pertemuan itu, dia berencana untuk menyampaikan pesan Kim terkait kesediaan pemimpin Korut itu mengundang paus ke Pyongyang. Para analis dan pejabat Vatikan meyakini, kunjungan Paus Fransiskus ke Korea Utara dapat berkontribusi pada meluasnya dukungan masyarakat internasional bagi perdamaian di Semenanjung Korea. 

Seorang pejabat Vatikan menyatakan, paus sangat populer di kalangan liberal Amerika yang kritis terhadap negosiasi denuklirisasi antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un. "Kunjungan ke Korea Utara oleh paus dapat membawa perubahan besar terhadap opini publik AS, yang pada akhirnya akan memengaruhi negosiasi perdamaian Semenanjung Korea," ujar pejabat yang tidak disebutkan namanya. 

Sebelumnya, Moon datang ke ibu kota Korut dengan ditemani Uskup Agung Korsel Hyginus Kim Hee-jong. Dalam pertemuan, Kim mendesak Uskup Hyginus agar Vatikan tahu dia berniat membangun perdamaian. Sebagai informasi, kegiatan keagamaan diawasi secara ketat di Korut, dan bisa dilarang jika tidak sesuai peraturan. Awal abad ke-20 sebelum adanya pembagian dua Korea, Pyongyang adalah pusat penyebaran agama Kristen, dan dijuluki Yerusalem dari Timur. Namun pendiri Korut Kim Il Sung melihat agama Kristen merupakan ancaman bagi pemerintahannya, dan berusaha membasminya dengan eksekusi dan kerja paksa. (Yonhap News/kps/d)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Dukung Pembangunan GBKP Tanah Merah, Pemko Binjai Serahkan Bantuan Dana Hibah Rp100 Juta
Rumah Kopi Karo: Bukan Sekadar Tempat Ngopi, Juga Bertemunya Ide Bisnis Kreatif
Pengamat Ekonomi Sumut DR Supriadi Nilai Kabir Bedi Sosok Tepat Kembali Pimpin Tirtanadi
Sepeda Motor Pedagang Mi di Taput Hilang
Kalah dari China, Indonesia Gagal Bawa Pulang Piala Thomas
Punya Pengaruh Besar, Kombes Hadi Minta Media Edukasi Masyarakat
komentar
beritaTerbaru