Pengadilan Tipikor Medan kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp 39,5 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan terdakwa oknum notaris EL.
Kali ini, sidang yang digelar di Ruang Cakra 8 pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (17/6/2022), beragendakan mendengar pembacaan nota keberatan/eksepsi dari tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tommy Sinulingga bersama Fransiskus Sinuraya, Andi Tarigan dan Alboin Syarial selaku PH terdakwa secara bergantian membacakan eksepsi tersebut.
Dalam eksepsinya, PH terdakwa menyebut Pengadilan Tipikor Medan tidak berwenang mengadili perkara terdakwa EL. Hal itu dikarenakan bertentangan dengan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 1 Tahun 1956.[br]
"Karena pada tanggal 25 Juni 2021 PT. Bank Tabungan Negara (Perseo) Tbk. Kantor Cabang Medan mengajukan Gugatan Wanprestasi terhadap PT Krisna Agung Yudha Abadi (PT KAYA) sebagai Tergugat I, PT Agung Cemara Realty (PT ACR) sebagai Tergugat II, Terdakwa ELVIERA, S.H., M.Kn. sebagai turut Tergugat I dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deliserdang dengan perkara Nomor: 145/Pdt.G/2021/PN.Lbp dan saat ini perkaranya masih berlangsung," ucap Tommy membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan, dihadiri JPU Vera Tambun dari Kejati Sumut.
Menurut Pasal 1 PERMA No 1 Tahun 1956, lanjut Tommy, apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Selain itu, PH terdakwa juga menyatakan perbuatan Notaris EL bukanlah tindak pidana. Bahwa Perjanjian Kredit Nomor 158 tertanggal 27 Februari 2014 senilai Rp 39,5 miliar yang dibuat terdakwa selaku notaris merupakan atas kesepakatan Canakya Suman selaku Direktur PT KAYA dalam hal ini selaku debitur dan PT BTN Cabang Medan selaku Kreditur.
"Bahwa kesepakatan para pihak tersebut bukan merupakan perbuatan pidana akan tetapi perbuatan perdata karena para pihak sepakat menyikatkan diri dalam suatu perjanjian kredit," tegas Tommy.[br]
Tommy menjelaskan Surat Persetujuan Pemberian Kredit (SP2K) KMK Nomor: 023/SP2K/Mdn/HCLU/II/2014 tertanggal 24 Februari 2014 senilai Rp 39,5 miliar antara PT KAYA dan pihak BTN adalah dasar terdakwa menerbitkan Perjanjian Kredit Nomor 158 tertanggal 27 Februari 2014.
Bahwa terhadap hal perbuatan terdakwa Elviera, sambungnya, hanya menjalankan perintah jabatan sebagai Notaris dan tunduk pada Undang-Undang Jabatan Notaris dalam membuat Surat Keterangan / Covernote Nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014.
"PT BTN Cabang Medan selaku kreditur dalam pencairan Perjanjian Kredit Nomor 158, tidak menerapkan prinsip Kehati-hatian dalam tata kelola perbankan.Hal ini terbukti dengan agunan 93 SHGB dan 79 dari 93 SHGB merupakan Hak Tanggungan yang melekat berdasarkan Perjanjian Kredit (PK) Nomor: 18/DIR/CMO/2011 di Bank Sumut Cabang Tembung yang didalam hal ini belum dilakukan Roya oleh PT KAYA," tegasnya.
Tim PH terdakwa juga menyoroti penuntutan terpisah yang tidak menggabungkan dalam satu dakwaan terhadap pihak utama pada kasus ini yaitu, para tersangka Ferry Sonefille, selaku Pimpinan Cabang/ Branch Manager PT BTN Cabang Medan, IR Agus Fajariyanto selaku Wakil Pimpinan Cabang/Deputy Branch Manager PT BTN Cabang Medan, R. Dewo Pratolo Adji, selaku Pejabat Kredit Komersil/ (Head Commercial Lending Unit) PT BTN Cabang Medan, Aditya Nugroho, selaku Analis Kredit Komersial PT BTN Cabang Medan dalam hal memberikan kredit ke PT KAYA dan Canaknya Suman selaku Direktur PT KAYA.
Menurut Tommy, dalam perkara ini ada pelaku utama yang harusnya lebih dulu disidangkan daripada kliennya. Karena kliennya hanyalah bagian dari pasal turut serta yang juga dinilai tidak jelas peran turut sertanya dijabarkan dalam surat dakwaan.
Dalam eksepsinya, tim PH juga menegaskan kerugian yang timbul bukanlah kerugian negara karena PT BTN merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.[br]
Atas itulah, tim PH terdakwa memohon agar majelis hakim menerima eksepsi terdakwa serta menyatakan secara hukum surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Usai pembacaan eksepsi, tim PH juga mengajukan permohonan pengalihan tahanan dari tahanan Rutan ke Tahanan Kota. Setelah mendengarkan eksepsi, majelis hakim meminta tanggapan terdakwa EL.
Kesempatan itu dengan diselingi isak tangis, terdakwa meminta keadilan. "Sementara tersangka lain ada di luar, saya ditahan. Saya punya anak 10 tahun yang perlu kasih sayang. Saya mohon keadilan," ucapnya lirih.
Hakim Ketua Immanuel Tarigan kemudian menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.
Seperti diketahui, didalam Surat Dakwaan jaksa mendakwa notaris EL melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (A17)