Medan (SIB)- Tak terima lantaran mendapat surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh manajemen PT Samawood membuat puluhan karyawannya melakukan aksi di depan pabrik di Jalan Sei Blumei Hilir No 17 KM 16 Tanjung Morawa, Senin (30/3) pagi.
Para karyawan mengaku tidak diijinkan masuk untuk bekerja dan diberikan surat selembar tentang pemberhentian. Alasan pihak perusahaan yang bergerak di bidang mebel ini dikarenakan para karyawan merupakan provokator saat terjadinya aksi mogok buruh beberapa waktu lalu. Padahal saat aksi tersebut seluruh karyawan sekitar 1000 orang lebih secara spontanitas melakukannya secara bersama, namun hanya beberapa orang yang diberhentikan.
"Kenapa cuma kami saja yang dipecat, padahal semua karyawan ikut berdemo, ini tidak adil," teriak karyawan.
"Siapa yang provokator, kami itu semua lakukan aksi secara spontanitas, dan itu seluruh karyawan. Terus kenapa kami dianggap provokator dan dipecat, kenapa gak semuanya, karena ada beckingnya," ujar salah seorang karyawan bernama Kasim, pria berkumis tipis ini.
Menurutnya aksi yang dilakukan terkait adanya pemotongan gaji dari Pajak Penghasilan (PPh) yang terlalu besar namun tidak ada dilakukan sosialisasi. "Kami menanyakan soal potongan pajak yang sampai 100 ribu sampai ada 200 ribu, padahal gaji kami cuma 2 juta. Dan tidak ada sosialisasinya, makanya kami melakukan mogok kerja," ungkap yang mengaku bingung akan kerja apa lagi setelah dipecat ini.
Edirson Saragih dan Ningsih Kurniawaty juga mengatakan aksi mogok kemarin dilakukan spontanitas dan secara menyeluruh.
Pemutusan kerja sepihak itu juga tidak memberikan para karyawan pesangon. "Udah belasan tahun kami bekerja, dipecat sepihak, udah gitu gak ada pesangon yang dikeluarkan, mau makan apa kami. Jangan sesuka hati perusahaan saja pecat-pecat kami," ungkap wanita berjilbab coklat ini.
Ternyata pemecatan kali ini merupakan gelombang kedua, sebanyak 23 orang sementara seminggu sebelumnya gelombang pertama, ada sekitar 6 orang yang dipecat.
Kepala Bidang Personalia PT Sama Wood, Togar Simanjuntak, saat ditemui di ruang kerjanya, mengatakan, pemecatan yang dilakukan karena karyawan sudah melakukan kesalahan besar. "Pemecatan karena karyawan melakukan demo yang menyebabkan perusahaan merugi," jelas pria paruh baya berkaca mata ini.
Saat ditanyai mengenai sosialisasi, dirinya mengatakan kalau setelah aksi mogok, pihaknya sudah memanggil pihak perpajakan untuk memberikan sosialisasi.
"Sehabis demo memang kita panggil orang pajak untuk sosialisasi, tapi tidak ada yang mau datang. Namun dari pihak perusahaan sendiri, dari tahun 2008 sudah ada pernah disosialisasikan terkait ini," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Study Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) menilai pemimpin perusahaan dapat dipidanakan jika tidak memberikan pesangon terhadap karyawan yang dipecat.
Hal itu diungkapkan Direktur Puspa Muslim Muis menyatakan bahwa dalam pasal 156 UU No 13 Tahun 2003 mengatakan pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/ buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
"Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pesangon pekerja sesuai ketentuan pasal 167 ayat 5 maka sanksinya adalah (pasal 184) pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta,- dan paling banyak Rp500 juta," ujarnya.
(A18/h)